Saya Menghadiri Video Game Concert yang Digelar Addie M.S. dan Twilite Orchestra

Video Game Concert By Addie Ms

Sekitar beberapa bulan lalu, tepatnya di bulan Maret, muncul sebuah pengumuman akan sebuah konser bertemakan video game yang dipertunjukkan oleh Twilite Orchestra dan dipimpin oleh musisi nasional ternama: Addie Muljadi Sumaatmadja atau lebih dikenal dengan panggilan Addie MS.

Sebagai penggemar video game yang juga gemar mendengarkan dan mengapresiasi ragam musik di dalamnya, tentu saya merasa sangat tertarik dengan konser tersebut. Mengingat orkestra video game yang digelar di Indonesia sendiri sejatinya sangatlah jarang, sayapun langsung membeli tiketnya ketika penjualan early bird telah dibuka.

Skip dua bulan semenjak pembelian tiket tersebut, pada malam 25 Mei kemarin sayapun datang menghadiri konsernya dengan perasaan yang cukup antusias.

Hampir dua dekade berlalu

Sebelum membagikan pengalaman saya duduk manis mendengarkan keseluruhan konser ini, perlu diketahui bahwa ini bukan pertama kalinya om Addie memimpin sebuah orkestra untuk konser musik video game. Ya, konser pertamanya telah ia lakukan setidaknya 18 tahun yang lalu saat artikel ini ditulis.

Addie M.S. (via Liputan 6)

Sebelum konser dimulai, beliau menceritakan pengalamannya dalam menyusun dan mewujudkan konser video game pertamanya, yang mana berangkat dari kedua putranya: Kevin Aprilio dan Tristan Juliano yang sangat gemar bermain video game. Om Addie mengaku terkejut karena video game ternyata bisa memiliki musik yang begitu bagus.

Animo masyarakat yang ingin mendengarkan musik video game dalam sebuah orkestra sendiri saat itu secaara mengejutkan terbilang cukup tinggi, sehingga konsernya pun bisa terwujud. Walau demikian, ia juga menjelaskan justru mengalami kerugian karena tidak sempat mencari sponsor.

Alasan itulah yang nampaknya membuat om Addie tidak pernah memberikan jawaban pasti ketika ditanyai apakah akan ada konser video game berikutnya selama hampir dua dekade terakhir. Namun untuk konser video gamenya yang kedua ini untungnya mendapatkan sponsor selain dari tiket penjualan, yakni kerjasama antara TipTip, East Ventures dan Adinda Bakrie Foundation.

Dibagi menjadi dua sesi

Pertunjukkan dibuka dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sesi pertama yang bisa dibilang diperuntukkan untuk musik-musik dari beberapa game populer, kemudian sesi kedua dikhususkan seluruh setnya untuk berbagai trek dari waralaba Final Fantasy.

Terselip tiga lagu tambahan: tema Prontera (Ragnarok Online), Super Mario Medley dan Snake Eater (Metal Gear Solid 3: Snake Eater) di antara trek Fire Emblem dan Yakuza. Tiga lagu tersebut mungkin tidak tercantum karena adanya perubahan setelah pamflet dicetak atau memang karena minimnya space pada lembarannya.

Berikut adalah daftar lagu yang tercantum di dalam pamfletnya.

Deretan trek lagu video game yang dimainkan

Lebih lanjut, pagelaran konser video game ini diakhiri dengan dua encore yang kembali memainkan Super Mario Medley dan One Winged Angel versi Final Fantasy VII: Advent Children.

Bisa dilihat juga bahwa beberapa trek di antaranya juga tidak sekadar instrumental namun juga vokal, yang mana dua di antaranya dibawakan oleh penyanyi kondang Sherina Munaf. Satu fakta menarik, trek Suteki Da Ne (Final Fantasy X) juga ia nyanyikan di konser video game pertamanya om Addie.

Sherina menyanyikan lagu Suteki Da Ne

Selain Sherina, ada juga vokalis lain seperti Danu Kusuma yang secara khusus diundang oleh om Addie untuk nyanyikan Baka Mita (Yakuza), serta Meutia Amanda yang membawakan lagu The Edge of Dawn (Fire Emblem: Three Houses) dan Melodies of Life (Final Fantasy IX). Kemudian hadir juga pemenang audisi yang dilakukan om Addie di media sosial, yakni Evelyn Wijaya yang nyanyikan Snake Eater (Metal Gear Solid 3: Snake Eater).

Tidak ketinggalan, kedua anak om Addie pun ikut berkolaborasi dengan memainkan piano: Tristan memainkan To Zanarkand (Final Fantasy X) dan Kevin memainkan Tatakau Monotachi (Final Fantasy VII: Advent Children).

Vibe yang kasual dan menyenangkan

Perlu diketahui tentunya bahwa ini merupakan kali pertama bagi saya menyaksikan sebuah konser orkestra secara langsung, sehingga saya mengekspektasikan akan menghadiri suatu acara yang terbilang formal.

Saya yang biasa ke kantor mengenakan kemeja dan celana jeans usang serta sandal Crocs saja pun tetiba memutuskan untuk kenakan pakaian dan sepatu baru dalam menghandiri konsernya, hehe.

Namun seiring berjalannya pertunjukkan, vibe yang dihadirkan cenderung kasual, santai, dan penuh keceriaan. Om Addie secara berkala berinteraksi dengan penonton dan tim orkestranya ketika tengah bercerita terkait lagu yang dipilih ataupun sekilas tentang fenomena video game itu sendiri.

Hal ini juga terlihat dari para penonton yang kerap tertawa pada momen-momen tertentu, salah satunya seperti ketika tema Harvest Moon: Back to Nature dimainkan. Saya melihat hal tersebut sebagai sebuah tawa bahagia berkat nostalgia yang muncul secara instan.

Om Addie dan Kevin berkolaborasi untuk lagu Tatakau Monotachi

Saat memainkan suatu lagupun om Addie sesekali mengajak penonton ikut berpartisipasi. Salah satunya adalah ketika encore One Winged Angel dimainkan, yang mana penonton diajak untuk menyerukan nama Sephiroth.

Karena ini konser video game, hadir juga beberapa cosplay yang “numpang lewat” ketika suatu lagu tengah dimainkan. Seperti cosplay Rathalos Armor saat lagu Proof of Hero (Monster Hunter) dipertunjukkan dan tentunya sang malaikat bersayap satu—Sephiroth ketika One Winged Angel dimainkan.

Beberapa penonton pun datang sambil ber-cosplay, kebanyakan di antaranya merupakan karakter dari waralaba Final Fantasy. Ada juga kompetisi cosplay namun jadwalnya berlangsung lebih awal sehingga saya tidak sempat menyaksikannya. Shout out kepada teteh Azulacan yang ucul nan menggemaskan meng-cosplay-kan karakter Tifa Lockhart.

Apresiasi kepada para pemusik dan paduan suara

Pada bagian ini saya ingin dedikasikan kepada para anggota Twilite Orchestra dan Twilite Chorus yang nama-namanya bisa kamu cek langsung di bawah ini.

Deretan anggota Twilite Orchestra dan Twilite Chorus

Selain om Addie dan para vokalis yang telah disebutkan sebelumnya, apresiasi setinggi-tingginya juga patut diberikan kepada para pemusik dan paduan suara yang telah sukses menghibur para penonton.

Ada sebuah kekecewaan tersendiri

Pengalaman menonton konser video game ini sayangnya bagi saya jauh dari kata sempurna. Walau secara umum saya tetap puas dengan konsernya, ada satu hal yang saya harus katakan cukup mengecewakan. Yakni penggunaan visual AI sebagai pendamping hampir semua lagu yang dimainkan.

Alih-alih meningkatkan pengalaman mendengarkan orkestra, penggunaan visual AI tersebut justru membuat saya sedikit terdistraksi dan merasa cringe. Hampir semua game yang lagunya hadir pada konser ini telah saya mainkan, dan saya bisa katakan bahwa kebanyakan visual AI yang ditampilkan sama sekali tidak cocok dengan “rasa” maupun pesan yang terselip dalam trek lagunya ataupun gamenya sendiri.

Salah satu di antaranya yang saya masih ingat sampai sekarang, bahkan hampir membuat saya tertawa ditengah pertunjukkan adalah penggunaan visual AI saat Snake Eater dimainkan, yakni berupa seekor ular di tengah meja di antara persenjataan dan perabotan rumah.

Visual AI berupa ular untuk mendampingi lagu Snake Eater

Jika tidak salah ingat, hanya dua trek yang tidak menggunakan visual AI, yakni trek tema PUBG dan tema Prontera yang menggunakan video. Namun keduanya kemungkinan besar hanya stok footage dan animasi dari masing-masing developer.

Saya melihat hal ini sebagai upaya dari tim produksi demi menghemat pengeluaran, ketimbang mengalokasikan dana untuk mempekerjakan seniman lokal. Mengingat industri kreatif dunia sendiri tengah gencar-gencarnya melawan AI, tentu penggunaan visual AI dalam konser video game ini sedikit menyedihkan bagi saya.

Kemungkinan lain adalah terkait persoalan legalitas. Untuk acara yang sejatinya komersil ini tentu pihak produksi harus mendapatkan izin lisensi untuk menggunakan visual dari masing-masing developer atau penerbit gamenya. Dan nampaknya mereka lebih memilih untuk tidak ambil pusing dengan memanfaatkan AI sebagai alternatifnya.

Saya hanya bisa berharap kedepannya pihak produksi lebih bijak dalam mengambil keputusan dan tidak lagi memanfaatkan AI sebagai jalan pintas, mengingat bahwa Indonesia sendiri tidak kekurangan para seniman maupun kreator lokal yang berkualitas.

Satu kekecewaan lain, atau lebih tepatnya ekspektasi yang tidak terpenuhi adalah tidak terpilihnya trek lagu “You’re Not Alone” dari Final Fantasy IX. Yang mana pada akhirnya saya dengarkan versi loop berdurasi satu jamnya selama perjalanan pulang.

Tetap sukses dibuat nostalgia

Tentu saya akan mengakhiri tulisan ini dengan hal positif. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, saya tetap puas dengan konser video game yang dibawakan om Addie beserta Twilite Orchestra. Tidak hanya menghibur, tapi saya yakin semua penontonnya sukses dibuat nostalgia dengan trek-trek lagu yang dimainkan.

Konser berakhir dengan standing ovation dari para audiens

Jika boleh memilih, beberapa performansi yang secara khusus berhasil membuat saya merinding dan bergetar adalah: (1) tema PUBG yang siapa sangka bisa se-banger itu, (2) Baka Mitai karena suara vokalisnya yang berat nan merdu sangat cocok dengan lagunya, (3) Divinity I (Final Fantasy VII) dan Liberi Fatali (Final Fantasy VIII) berkat performansi choir-nya yang sangat epic, (5) dan tentu saja One Winged Angel di encore yang kalau kata anak muda zaman now: “pecah!”.

Sebenar-nya saya tidak ingin merekam atau mengambil gambar karena sejatinya saya ingin sepenuhnya fokus pada konser yang berlangsung. Namun mengingat konser video game lokal ini mungkin tidak akan hadir dalam satu dekade kedepan, maka saya memutuskan untuk merekam beberapa lagu agar dunia dan teman-teman normies saya mengenal musik video game.

Berikut cuplikan untuk Baka Mitai, tema waralaba Final Fantasy, dan One Winged Angel (bukan encore, kalo yang encore lebih keren tapi sengaja tidak saya rekam, hehe).

Satu hal yang saya bisa katakan, menyaksikan lewat video seperti di atas tetap tidak akan sama dengan mendengarkan langsung ditempat. Sehingga saya berharap teman-teman penggemar video game, terutama yang sangat menyukai musik-musik di dalamnya suatu saat dapat menyaksikan secara langsung orkestra video game dan merasakan hal yang sama.

Akhir kata akhir cerita, tercoret sudah satu poin dari daftar bucket list saya.


Baca juga informasi menarik atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com

Exit mobile version