Meski dianggap sebagai salah satu media hiburan yang mengasyikan, tidak sedikit orang menganggap bila video game dapat berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Berbagai polemik tentang adanya gejala kencanduan, hingga aksi kriminal yang dilandasi oleh keberadaan hobi kita ini memang telah sukses memunculkan suatu perdebatan tersendiri.
Berkaca dari masalah tersebut, ada satu pihak yang cukup merasa terpanggil untuk bisa memberikan sebuah solusi menurut cara pandang yang dianutnya. Dimana organisasi kesehatan terbesar sekelas WHO nampak ingin menaruh suatu perhatian khusus terhadap fenomena bermain video game.
Berdasarkan pemberitaan kami sebelumnya, mereka berencana untuk mengklasifikasikan aktivitas negatif dari bermain game seperti “kecanduan” sebagai salah satu wujud lain dari penyakit mental. Dan sekarang, kini WHO telah resmi mengambil sikap untuk menyetujui sekaligus menetapkan wacana yang sudah diungkapnya sejak tahun 2018 lalu.
Pada sebuah pertemuan World Health Assembly ke-72 di Geneva kemarin, pihak WHO secara pasti telah memfinalisasi gejala adiksi bermain video game ke dalam suatu draft ICD (International Classification of Disease) kepunyaan mereka. Sudah resmi dicap ke dalam versi penjabaran yang telah direvisi, Penetapan gejala kecanduan game sebagai bentuk penyakit baru ini kabarnya akan resmi aktif berlaku pada tanggal 1 Januari 2022 mendatang.
Berdasarkan definisi dari Pihak WHO, seseorang bisa disebut mengalami kecanduan terhadap video game bila selama minimal 12 bulan seorang individu:
- Tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol intensitas atau frekuensi dalam bermain game
- Lebih memprioritaskan aktivitas gaming ketimbang melakukan kegiatan-kegiatan nyata lain yang wajib individu lakukan
- Tetap bermain game secara terus menerus meski aktivitas tersebut telah berdampak negatif pada segala aspek kehidupan individu di lingkungan sosial, keluarga, akademi, pekerjaan, dan sebagainya.
Seperti biasa, keputusan WHO tersebut tetap berhasil memancing banyaknya beragam pro kontra. Para pelaku-pelaku yang biasa berkecimpung di dunia industri video game seperti ESA, UKIE, IGEA, dan masih banyak lagi jelas adalah pihak yang terang-terangan menyatakan ketidaksetujuan.
Dalam press releasenya, mereka sama-sama sepakat mengungkapkan bahwa WHO perlu meninjau ulang keputusannya kembali. Keberadaan “Gaming Disorder” atau gangguan penyakit akibat bermain game sendiri, mereka anggap sama sekali tidak memiliki dasar bukti kuat untuk dimasukkan ke dalam daftar utama klasifikasi penyakit mental. Karena selain masih kurangnya riset yang diperlukan, beberapa pihak lain juga menemukan adanya suatu dampak positif yang bisa dibawa oleh video game. Terutama menyangkut soal pemanfaatan video game sebagai sarana untuk mengobati gejala depresi dan kegelisahan.
Meskipun begitu, sebagian ada yang berpendapat bahwa apa yang sudah WHO klasifikasikan di sini bisa cukup membantu bagi para dokter dan terapis. Karena bagaimana pun juga, kehidupan seseorang yang bisa terenggut oleh video game itu boleh dibilang memang ada. Dan dari penetapan klasifikasi ini, ada sedikitnya harapan bila mereka bisa sesegera mungkin mengetahui bentuk metode penyembuhan yang tepat, sekaligus menguak tindak pemicu awal dari bagaimana sumber gejala kecanduan tersebut berasal.
Sumber: who.int
Baca pula informasi menarik lain seputar dunia video game dari saya, Ido Limando.