Glaze AI – Kehadiran AI selama ini menjadikan dunia seni digital ketar-ketir. Sekilas orang awam terkagum-kagum dengan kemampuan kecerdasan buatan itu bisa menghasilkan karya gambar digital secara instan hanya dengan beberapa perintah saja. Menunjukkan kemampuan komputasi komputer dan machine learning sudah berkembang pesat dan tidak terbayangkan wujud akhirnya akan seperti apa. Hal ini pun menjadi satu masalahnya sendiri.
Namun jika kita masuk dan meneliti lebih jauh mengenai permasalahan ini. Ada yang meresahkan dari bagaimana perkembangan pesat sebuah AI masuk dalam ranah karya digital. Dimana selama ini mungkin sudah sering disuarakan oleh rekan-rekan kita para digital artist yaitu, pencurian karya.
Glaze AI, Kerjasama Ribuan Seniman dalam Melawan Pencurian Karya
Oleh sebab itu, Glaze dihadirkan sebagai solusi sementara bagi para kreator digital untuk menangkal karya yang sudah mereka ciptakan dengan sepenuh hati ini tidak bisa digunakan sebagai sampel untuk training kecerdasan buatan seperti Midjourney, Stable Diffusion dan Artificial Intelligence lainnya.
Teknologi Glaze ini diciptakan bersama 1.100 seniman oleh University of Chicago, semuanya mempunyai gaya khas masing-masing. Tersedia gratis dan open source yang bisa kalian dapatkan lewat GitHub. Cara kerjanya sebenarnya cukup sederhana. Ia melapisi karya seni digital dengan sebuah layer tidak terlihat dan layer ini bisa mengacaukan algoritma AI ketika ia mencoba untuk menggunakannya sebagai sampel machine learning.
Begitu AI menggunakan karya yang telah dilapisi Glaze, maka gambar yang terlihat akan berupa noise atau berbentuk aneh. Sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan sampel untuk ditiru.
Tentu dengan hadirnya teknologi seperti Glaze sementara waktu dapat melindungi hak kekayaan intelektual dari seorang seniman digital. Karena sejatinya kita tidak tahu seberapa lama teknologi ini bakal dapat bertahan dan suatu hari bisa saja proteksi ini dapat ditembus.
Bukan Solusi Permanen dari Pencurian Karya Seni Digital
Tim yang mengembangkan Glaze sendiri juga sadar jika ini bukanlah solusi permanen untuk pencurian karya yang sudah marak terjadi sejauh ini. Banyak juga dari seniman yang memberikan suara yang sangat vokal terhadap pencurian karya ini dan melampiaskannya ke sosial media.
Tidak hanya itu pergerakan protes juga sebenarnya sudah dilakukan secara hukum. Seperti gugatan kelompok di California AS pada bulan November 2022 lalu kepada GitHub, OpenAI, dan Microsoft karena bahan training yang digunakan terindikasi memakai karya yang punya copyright-nya sendiri.
Walau kita bisa terkagum-kagum akan bagaimana kinerja AI mampu mengerjakan apa yang selama ini mampu dikerjakan manusia dalam hitungan detik, tampaknya kekaguman itu juga harus didasari oleh etika yang baik dan bagaimana cara pandang kita soal sebuah karya yang dihasilkan itu murni bukanlah hasil curian. Serta menggunakan AI sebagai sarana pendukung dan bukan sebagai pengganti.
Baca juga informasi menarik Gamebrott lainnya terkait Tech atau artikel lainnya dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.