Penggunaan AI ibarat pedang bermata dua. Disatu sisi program sejenis ini sangat berguna untuk menyederhanakan pekerjaan manusia terutama yang bergantung pada komputasi kompleks. Namun di sisi lainnya, kekuatan sebesar ini tentu gampang di-abuse oleh orang demi kepentingannya sendiri. Ini belum membahas soal kriminalitas yang sejauh ini syukur-syukur belum ada kasus yang terdengar.
Daftar isi
GPTZero, Program Penangkal Tulisan Buatan AI
Jika sebelumnya kita sudah membahas tentang ChatGPT dan bagaimana AI cerdas tersebut punya implikasi yang menarik namun bisa saja digunakan secara tidak bermoral oleh manusia. Ternyata tidak sedikit juga yang berpendapat jika kecerdasan buatan seperti itu apabila dibiarkan semakin cerdas, hanya akan semakin tidak terkendali.
GPTZero Ciptaan Mahasiswa yang Resah
Hal yang sama juga menjadi kekhawatiran Edward Tian, seorang mahasiswa tingkat akhir di Princeton University, New Jersey. Edward dalam beberapa tahun terakhir memang tengah mendalami GPT-3, program yang menjadi tulang punggung dari ChatGPT, AI yang tengah populer belakangan ini.
Edward mengambil mata kuliah Computer Science pun terkejut dengan kemampuan ChatGPT ketika program itu diluncurkan ke publik akhir tahun lalu. Betapa mengerikannya sebuah program bisa menuliskan puisi dan saling membalas rap yang dia tes bersama temannya.
Walau tidak seluruhnya akurat dan terkesan robotik, hasil yang menurutnya cukup baik itu tetaplah merupakan pencapaian luar biasa. Belum ada kecerdasan buatan yang sebegitu revolusioner ini sebelumnya. Memang program ini populer dan masih dalam proses training. Bahkan teknologi seperti ini 10 tahun lalu hanyalah sebatas sains fiksi yang hadir di film Hollywood belaka.
Sebagian publik dibuat kagum namun tidak sedikit juga yang merasakan kekhawatiran mendalam tentang AI ini. Tentang bagaimana Artificial Intelligence ini bisa digunakan untuk hal yang buruk seperti penggunaan pada esai dan tugas sekolah.
Namun sebenarnya yang paling menjadi concern utama adalah bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan dibidang industri kreatif. Apakah kedepannya penulisan karya baik berupa novel, cerita pendek, artikel dan lain sebagainya sudah tidak membutuhkan campur tangan manusia lagi? Berapa pekerjaan yang kembali ‘dibunuh’ oleh teknologi?
ChatGPT Vs GPTZero
Edward ketika itu sedang liburan akhir semester musim gugur. Disaat itu pula dia mendapatkan ide untuk menciptakan sebuah program yang bisa digunakan untuk mendeteksi karya tulisan ditulis oleh kecerdasan buatan atau murni oleh manusia. Ia pun menuangkan ilmu yang dipelajarinya bertahun-tahun dan dalam 3 hari program tersebut siap.
Berbekal laptopnya, Edward menciptakan program yang secara ironisnya menggunakan GitHub Co–Pilot, sebuah perkakas AI kolaborasi antara GitHub dan OpenAI. Program ini pun ia namai GPTZero. Edward pun tidak mengantisipasi jika program buatannya bisa semenarik ini. Saking banyaknya yang akses, program buatannya mengalami crash karena penuh.
Bagi Edward, alasan mengapa dirinya menciptakan program ini agar masyarakat awam berhak tahu jika sebuah karya tulisan ini murni dikerjakan oleh manusia atau ada campur tangan AI didalamnya.
ChatGPT atau Artificial Intelligence secara luas memang punya potensi yang besar dalam membantu meringankan beban kerja manusia. Ambil saja analogi ketika dulu manusia mencangkul tanah menggunakan sekop dan cangkul. Ketika teknologi sudah mulai berkembang dan manusia sudah bisa menciptakan traktor, pekerjaan berat yang seharusnya dikerjakan oleh beberapa orang bisa digantikan dengan satu mesin saja, tetap saja memerlukan supir di belakang kendali.
Namun selalu ada lowongan yang membutuhkan tenaga manual manusia baik untuk verifikasi ataupun pengecekan kualitas. Walau begitu, ketakutan ini wajar mengingat beberapa tahun belakangan industri service seperti F&B dan pabrik sudah mulai menggunakan teknologi robot autonomous.
Edward Tian juga tidak serta merta membenci AI seperti ChatGPT. Menurutnya AI seperti ini juga punya dampak baik jika digunakan dengan benar. Dari pada melarang penggunaan kecerdasan buatan, publik juga akan tetap menggunakan program sejenis.
GPTZeroX Versi Lebih Improve dari Sebelumnya
Setelah mendapatkan berbagai feedback, Edward pun memperbaiki masalah di versi beta seperti membaca kalimat pendek, atau tulisan yang sudah diubah sedikit secara manual. Kini program ini pun berganti nama menjadi GPTZeroX.
OpenAI selaku pencipta dari ChatGPT juga tampaknya punya pendapat yang sama. Mereka juga menciptakan sebuah program pendeteksi penyalahgunaan AI yang mereka sendiri beri nama AI Classifier. Program ini merupakan bentuk dari respon terhadap penyalahgunaan ChatGPT terutama di bidang akademis.
Singkat kata, AI adalah teknologi yang punya prospek cerah. Perkembangannya pun tidak bisa dibendung apalagi dengan kucuran dana miliaran dollar dari Microsoft. Hadirnya beberapa program penangkal seperti ini menjadi pengingat bahwa selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan dari sebuah teknologi buatan manusia.
Baca juga informasi menarik Gamebrott lainnya terkait Tech atau artikel lainnya dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.