“Bermain video game dapat memicu aksi kekerasan“. Sebuah retorika klasik yang selalu didengungkan oleh masyarakat terhadap video game. Memang hal tersebut benar jika dinilai berdasarkan jenis-jenis video game yang beredar pada saat ini cenderung menampilkan banyak sejumlah adegan kekerasan. Sehingga nampaknya sah-sah saja sebenarnya jika masyarakat umum mulai khawatir dan berpandangan seperti itu. Namun bagaimana bila kita melihat fenomena tersebut dalam sudut pandang para ahli ?
Sebelumnya sudah ada hasil riset dari Hannover Medical School yang membantah anggapan bahwa adegan kekerasan dalam video game dapat membuat para pemainnya menjadi bersikap agresif. Hasil riset dari universitas di Jerman itu intinya mengungkapkan bahwa kekerasan pada video game tidak bisa membuat para pemainnya untuk bertindak ketika mendapat sebuah rangsangan emosional, akan tetapi lebih mempengaruhi bagaimana pemain merespons terhadap rangsangan emosional. Sedangkan pada awal tahun 2018 ini, sudah muncul sebuah riset dengan tema serupa, hanya saja memiliki sebuah metode pendekatan yang berbeda. University of York di Inggris baru saja melakukan sebuah studi mengenai hubungan antara pengaruh video game dengan kekerasan.
Eksperimen dengan tes tebak gambar
Tidak jauh berbeda dengan hasil riset dari para ahli di Jerman, sampai saat ini mereka masih belum menemukan bukti-bukti valid yang mendukung sebuah anggapan bahwa video game memiliki hubungan terhadap munculnya aksi kekerasan. Sebuah metode yang dipakai untuk mengukur kecenderungan tersebut adalah dengan menggelar sebuah eksperimen video game yang menggunakan tema kendaraan dan hewan. Dalam game tersebut, para partisipan akan bermain sebagai mobil yang berusaha menghindar dari sebuah tabrakan (bertema kendaraan) atau sebagai tikus yang berusaha menghindar dari kejaran kucing (bertema hewan). Setelah selesai bermain, para partisipan akan dihadapkan sebuah kuis untuk mengidentifikasi kategori gambar yang terkait dengan game yang baru saja mereka mainkan, apakah gambar tersebut termasuk dalam kategori hewan atau kendaraan ?
Para ahli dalam melakukan studi, sebelumnya sudah memberikan sebuah hipotesis atau dugaan bahwa semakin cepatnya seseorang untuk mengindentifkasi jenis kategori gambar adalah salah satu gejala dalam munculnya reaksi agresif atau kekerasan karena video game. Namun menurut standar interval yang sudah ditetapkan, para partisipan baik dari pemain game bertema kendaraan ataupun hewan, masing-masing tidak bisa saling mengidentifikasi dengan cepat dalam menebak kategorisasi gambar tersebut. para partisipan yang ikut berpatisipasi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu partisipan non gamer dan partisipan gamer. Keduanya tetap menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda satu sama lain.
Eksperimen dari realisme karakter game
Selain menggunakan eksperimen tebak gambar, mereka juga mencoba untuk melakukan eksperimen lain dengan menggunakan karakter game combat dengan 2 wujud yang sangat kontras, yaitu game dengan karakter dalam wujud “Ragdoll Physics”, sedangkan yang satunya lagi dalam wujud realis. Di sini mereka ingin mengetes para partisipan dalam dua grup untuk memberikan sebuah interpretasi kata terhadap salah satu dari kedua jenis game tersebut. Dari eksperimen ini, para peneliti ingin membuktikan dugaannya bahwa kata-kata yang mempunyai kedekatan dalam makna kekerasan akan sering ditunjukkan dalam game dengan karakter yang lebih realis.
Menariknya, justru dari masing-masing game tersebut, tidak terdapat sebuah perbedaan signifikan dari kata-kata yang disebut oleh para partisipan dalam menginterpretasikan kedua jenis karakter. Kata-kata yang dipakai sama sekali tidak ada tendensi untuk diasosiasikan ke dalam bentuk ketegori kekerasan.
Berarti memang benar-benar tidak ada hubungannya ?
Menurut para ahli di University of York, memang sejauh ini masih belum ada korelasi penting antara video game dengan munculnya sifat kekerasan. Namun Dr. David Zendle, salah seorang peneliti studi masih penasaran dan nantinya akan mencoba meneliti bagaimana jika studi ini ditargetkan khusus untuk anak-anak ? Sekadar kalian tahu bahwa studi riset di atas memang hanya diperuntukkan untuk orang dewasa di atas usia 18 tahun.
Lantas setelah melihat hal tersebut, apakah ini merupakan info yang sangat melegakan bagi kita sebagai gamers ? Saran saya sih sebaiknya kita tetap harus selalu waspada dan mawas diri, kalian tetap harus bisa mengontrol diri di saat sedang bermain game, ditambah jangan terlalu memaksakan diri juga. Karena segala sesuatu yang berlebihan itu pasti ujung-ujungnya tidak baik. Jangan sampai ya brott aktivitas kita dalam bermain game dapat mengganggu kehidupan sosial kita di lingkungan sekitar ?
Sumber: University of York