Kemarin mantan pemain profesional Dota 2 yaitu Ylli “Garter” Ramadani memutuskan untuk pensiun dari Dota 2 dan berkeinginan menggeluti kancah profesional game League of Legends. Dalam pengakuannya ada beberapa alasan mengapa Garter memilih untuk berpaling dari Dota 2 menuju League of Legends. Garter mengungkapkan alasan mengenai kekuarangan-kekurangan kompetisi game Dota 2.
Pertama adalah mengenai buruknya perbedaan kasta antara tim dalam Dota 2. Tim-tim besar dengan jumlah sponsor yang besar pula dapat mengambil pemain-pemain Dota 2 dari tim tier 2 sesukanya. Meskipun saat ini Valve sudah memperketat transfer pemain antar tim Dota 2, namun mereka masih dapat mengganti para pemainnya saat pertengahan season, satu hari sebelum kualifikasi berlangsung, ataupun pada akhir season.
Contohnya adalah ketika tim baru bentukan Dendi yang berhasil memenangkan turnamen Rivalry Winter Blast mengalahkan para pesaingnya seperti OG Seed, Team Empire Hope, dan Nemiga Gaming. Sehari setelah turnamen tersebut selesai salah satu pemain tim Dendi yaitu Alexey “nongrata” Vasilyev langsung diambil oleh Team Spirit. Hal tersebut membuat tim bentukan Dendi harus mencari pemain baru lagi.
Itulah yang dialami Garter selama ini. Tim yang berhasil dia bentuk dari awal harus pupus dan hancur ketika tim-tim besar menggambil para pemainnya satu persatu. Beberapa contohnya adalah Sébastien “Ceb” Debs, Michael “miCKe” Vu, Neta “33” Shapira, dan Aydin “iNSaNiA” Sarkohi. Meninggalkan Garter yang harus berjuang membangun tim kecil dari awal kembali.
Permasalahan kedua adalah sistem kompetisi yang tidak teratur. Turnamen tier 1 Valve yaitu Major dan Minor memang cukup kompetitif dan stabil. Namun kompetisi-kompetisi dibawahnya berjalan sangat buruk. garter mengungkapkan banyak turnamen yang dia menangkan namun tidak dibayarkan. Selain itu ada juga tim yang nakal dengan menjanjikan beragam fasilitas bootcamp dan gaji namun ternyata tidak terealisasi.
Kemudian yang ketiga Garter menyoroti tentang buruknya permainan Dota 2 saat ini. Skill gap dalam game Dota 2 sangat tinggi, pemain dengan MMR 2K mempunyai skill yang cukup jauh dari 4K, begituhalnya dengan pemain dengan MMR 6K, ataupun 8K. Permasalahan terjadi ketika dalam permainan ranked mereka sering bertemu karena pembaharuan dari Valve.
Pemain dengan MMR lebih kecil kebanyakan meginginkan posisi sebagai Carry dimana peran tersebut sangat penting dan daat mengubah permainan dalam lategame. Dalam permainan Dota 2 seorang carry dapat membunuh 5 hero musuh sendirian saat lategame berlangsung. Hal tersebut membuat pemain dengan MMR lebih besar mengalah dan bermain sebagai support, dimana Garter tidak meyukai hal tersebut. Berbeda dengan League of Legends yang sudah menerapkan pemilihan role pada awal pencaharian match ranked League of Legends.
Permasalahan-permasalahan diatas sepertinya permasalahan yang mendasar dan harus segera diselesaikan oleh Valve. Jika tidak maka pemain lama-lama akan jenuh untuk memainkan Dota 2 dan memilih untuk memainkan game lain. Apalagi saat ini pemain Dota 2 hanya didominasi oleh kawasan Asia Tenggara, China, dan Russia. Sementara kawasan lain mulai mengalami penurunan jumlah pemainnya.
Baca juga artikel terbaru lainnya terkait Dota 2 atau artikel-artikel menarik lainnya dari Roni Istianto.