bukan bacotan biasa
Belum lama ini saya membaca artikel yang dibuat oleh rekan saya di GB. Artikel tersebut menceritakan tentang Nintendo Switch yang ternyata dapat membantu seseorang mendeteksi tumor yang ada di telapak tangannya. Mungkin Nintendo Switch tidak secara langsung menolong orang tersebut, mungkin juga ini hanya faktor kebetulan dan keberuntungan semata. Tapi, hidup terkadang emang penuh dengan kejutan-kejutan seperti itu.
Melihat artikel tersebut, saya jadi berpikir betapa video game telah berkembang sangat pesat. Padahal dulunya video game diciptakan semata untuk memberikan hiburan dan kesenangan semata bagi pemiliknya. Bahkan, video game sempat dicap sebagai alat yang membahayakan anak-anak baik dari segi mental maupun kesehatan. Hal ini pun sempat saya alami sendiri, terutama ketika menjamurnya rental PS di daerah tempat saya tinggal. Tidak hanya membuang-buang waktu dan uang namun juga merusak kesehatan khususnya mata saya. Alhasil main game dianggap sebagai “penyakit” yang harus dihindari oleh semua orang tua kala itu.
“Penyakit” ini makin mewabah ketika game center mulai berkembang. Game-game macam Counter Strike, Ragnarok, Seal, DOMO, Dota adalah candu yang sulit direhabilitasi. Saking parahnya, ada istilah sendiri untuk menyebut penyakit ini, online gaming addiction, yang mana ini diklasifikasikan sebagai mental disorder. Online gaming addiction dapat dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari, nilai akademik, hubungan kekeluargaan dan emotional development.
Sekadar informasi, menurut penelitian yang dilansir dari jurnal Risk factors associated with online game addiction: A hierarchical model, faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam resiko kecanduan game online adalah:
- jenis kelamin dan umur
- IQ
- psikopatologis (anxiety, depression, ADHD dan impulsiveness)
- interaksi sosial
Masih menurut penelitian tersebut, psikopatologis adalah faktor yang paling memungkinkan seseorang untuk kecanduan game online. Jadi buat para brotther, keep calm ya sebelum dan sesudah main game.
Jika ditilik dari sepak terjang Nintendo selama ini, tidak dapat dipungkiri bahwa konsol dan handheld yang mereka ciptakan emang unik. Keunikan tersebut selaras dengan game-game yang diciptakan untuk konsol/handheld tersebut. Saya ingat pernah memainkan game berjudul Trauma Center di NDS. Game ini bergenre simulation. Kamu akan berperan sebagai seorang dokter yang melakukan operasi bedah terhadap pasien-pasien di sebuah rumah sakit. Mungkin tingkat kemiripannya tidak tinggi, tapi saya jadi punya gambaran mengenai kerja seorang dokter yang berjuang menyelamatkan pasiennya. Lalu ada Cooking Mama dan game-game unik lainnya di NDS. Selain itu, ada juga game-game yang memintamu melakukan olahraga fisik di Nintendo Wii. Dan tidak lupa, yang sedang hangat-hangatnya Nintendo Switch yang berpasangan dengan Nintendo Labo (karena saya belum mencobanya, jadi tidak dapat bercerita tentang “kardus ajaib” tersebut, mohon maaf).
Bukan cuma Nintendo sebenarnya, Microsoft dan Sony pun punya teknologinya masing-masing. Ada satu persamaan dari ketiga perusahaan ini. Mereka melihat video game bukan cuma alat hiburan semata, tapi merupakan sebuah platform, sebuah sistem yang mampu memberikan banyak hal untuk para gamer khususnya dan orang awam umumnya. Konsol video game tidak hanya memberikan hiburan tapi juga informasi dan edukasi. Sekalian jadi tempat jualan dan beriklan juga hehehe…
Teknologi terbaru yang sedang berkembang pesat di dunia game adalah Virtual Reality dan Artificial Reality. Yang sempat booming, Pokemon GO, adalah contoh game yang menggunakan teknologi AR tersebut. Menarik untuk ditunggu, sampai sejauh mana kreativitas para developer dalam mengaplikasikan AR dan VR untuk video game ke depannya.