Sejarah Game RPG – Pembahasan soal sejarah video game memang selalu menarik. Mulai dari pembahasan artikel kami sebelumnya di sejarah game FPS dan open-world. Banyak informasi yang bisa dipetik dari perkembangan dunia video game selama beberapa dekade ini.
Tapi, kalau soal video game, identiknya itu dengan game RPG yang jadi salah satu pelopor industri gaming. Jasa game RPG ternyata lebih besar dari kita sadari selama ini.
Game RPG adalah sebuah game yang punya ciri khas unik seperti hadirnya class, progresi karakter seperti skill, dan lain sebagainya. Walau kita memandang RPG sebagai sebuah genre yang lumrah, ada sebenarnya kisah dibalik terbentuknya genre bermain peran ini.
Kalau selidik soal bagaimana asal mula sejarah video game RPG, mungkin kita harus kilas balik ke apa itu game RPG konvensional. Untuk itu kita harus berbicara apa yang menjadi inspirasi utamanya. Langsung saja kita mulai bahas karena kami rasa artikel ini panjang.
Sejarah Game RPG yang Panjang Dimulai dari Era Dungeon
Sejarah game RPG bisa dimulai tanpa melupakan jasa dari J.R.R. Tolkien lewat seri The Lord of the Rings dan Hobbit. Tidak salah menyebut Tolkien sebagai bapak dari game RPG dan cerita fantasi yang rame di zaman sekarang.
Tolkien mengenalkan dunia fantasi yang penuh sihir dan berbagai ras seperti Elf, Goblin, Troll, dan penyihir. Cerita yang dibungkus dalam epik petualangan ini menjadi cetak biru cerita fantasi setelahnya.
Sama halnya kalau H.P. Lovecraft adalah bapak dari cerita cosmic horror, maka Tolkien adalah yang mempopulerkan latar dunia fantasy medieval dengan sentuhan sihir ke literatur modern. Jadi, tidak salah jika literatur populer sekarang seperti serial Harry Potter, Narnia, bahkan hingga merambah ke Jepang lewat Light Novel juga secara tidak langsung terinspirasi dari karya Tolkien.
Lalu, apa hubungannya dengan game RPG? Nah, karya Tolkien ini juga yang menjadi inspirasi utama game RPG konvensional seperti Dungeon & Dragons bisa eksis. Game itu pun booming di tahun 70an dan 80an. Bahkan sampai beberapa orang menciptakan game yang terinspirasi dari D&D dalam bentuk video game.
Dari sinilah banyak lahir game RPG yang kelak akan menjadi pelopor bagi game RPG masa depan. Salah satu yang mungkin cukup terkenal adalah Dungeon, sebuah video game yang diciptakan untuk mainframe, komputer untuk Universitas dikala itu, jadi bukan produk rumahan yang bisa kalian mainkan kapanpun.
Contoh lainnya adalah Oubliette, game yang terlihat sederhana dan hanya berbasis teks. Game Dungeon oleh Don Daglow, sang bapak game simulasi ini menjadi video game RPG pertama ada di dunia tepatnya pada tahun 1975.
Rogue dan Era Game D&D
Tahun 80an mulai muncul berbagai game RPG yang semakin dipoles. Judul klasik seperti King’s Quest itu hadir di zaman ini. Salah satu yang mungkin melekat sampai sekarang adalah game Rogue. Ya, istilah roguelike itu berasal dari game ini.
Game RPG yang cukup menantang dengan sistem permadeath ini menjadi game pertama yang memunculkan istilah dungeon crawling.
Kombinasi sistem mati permanen dan dungeon yang berubah-ubah setiap kali main inilah yang jadikan formula sukses game berjenis sama di era modern, yang baru-baru ini mungkin kalian kenalnya game Hades (2020).
Era ini juga jadi pertanda kalau komputer rumahan mulai mendapatkan jumlah unit terjual yang besar, setidaknya di negara maju seperti Amerika Serikat. Bersamaan pula hadirnya berbagai judul besar seperti Wizardry, sebuah game yang punya kepopuleran di negeri seberang, tepatnya di Jepang.
Game ini kelak yang jadi inspirasi untuk JRPG era awal seperti Final Fantasy, Dragon Quest, dan The Legend of Zelda dimana semua judul itu seperti yang kita ketahui adalah nama yang masih banyak fansnya dan terus dibuatkan judul baru bahkan sampai 2023 sekalipun.
Pembeda antara Wizardry dengan game RPG lainnya adalah ia dimainkan hampir seluruhnya menggunakan menu. Dimana hal ini sangat dibenci oleh orang barat di kala itu. Tapi kepopulerannya di Jepang jadi melekat sampai sekarang.
Game jenis RPG ini juga kebanyakan membawakan tema fantasi. Selain karena memang berakar dari karya Tolkien, game dengan tema ini lebih mudah dibuat di masa itu. Game-nya sendiri tidak membutuhkan cerita yang rumit karena kebanyakan kisahnya adalah angkat pedang dan melawan monster.
Latar fantasi ini juga membuat desain game jadi lebih mudah dilakukan. Kalian tentu lebih mudah membedakan senjata tajam dari bentuk dan ukuran dibandingkan senjata api yang kalau dibuat di resolusi rendah hampir tidak bisa dikenali bentuknya.
Belum lagi medium yang dibutuhkan untuk memasukkan file game-nya sangatlah terbatas dalam urusan kapasitas. Teknologi storage yang paling canggih ketika itu hanyalah floppy disk (atau dikenal dengan disket di Indonesia) yang kita tahu kapasitasnya hanya 720 KB hingga 1,4 MB.
Kalau sebuah game membutuhkan semakin banyak floppy disk, maka game itu akan semakin membengkak biaya pembuatannya. Makanya jangan heran jika game di masa itu kebanyakan adalah dungeon crawling yang minim story. Semua karena keterbatasan media penyimpanan.
Dari tadi kita tidak membahas soal game D&D, padahal game RPG awalnya memang terinspirasi dari versi TTRPG. Bukannya tidak ada, tapi lisensi untuk menciptakan game secara resmi baru diberikan pada pertengahan tahun 80an, Tactical Studies Rules sebagai pemilik Dungeons & Dragons melepas lisensi pembuatan video game dan dirilis lah game Wizard’s Crown oleh Strategic Simulations inc.
Seperti D&D pada umumnya, Wizard’s Crown punya sistem class yang bisa dipilih seperti ranger, sorcerer, priest, fighter, dan thief dimana tiap class juga punya skill mereka sendiri.
SS Inc sepertinya serius dalam mengembangkan game berbasis D&D dengan menciptakan engine game baru bernama Gold Box Engine, nama yang diambil dari kotak penjualan game mereka.
Strategic Simulations tidak hanya menciptakan game yang bertemakan fantasi, namun mereka juga berani banting setir ke cerita berlatarkan abad 25 bernama Buck Rogers: Matrix Cubed. Menunjukkan kalau game RPG tidak melulu harus bergenre fantasi agar bisa laku.
Tapi kalau ada satu judul yang sempat booming di zaman ini tidak lain adalah Ultima (1981). Game ini bisa dikatakan unik karena berani mencampurkan unsur fantasi dengan sci-fi. Developernya bisa memasukkan sci-fi di game ini hanya karena dia punya space sisa yang bisa digunakan.
Karena itulah dia menambahkan stage luar angkasa dimana playernya bisa mendapatkan kekuatan time traveling untuk memutar balik waktu dan kalahkan Mondain sebelum dia berhasil menjadi musuh tak terkalahkan.
Kalau ada hal yang membekas bagi pemain D&D di tahun 80an adalah bagaimana media di AS sana menggambarkan bermain game ini dianggap bersekutu dengan iblis dan mempromosikan satanisme. Hingga kepopuleran D&D sempat turun sesaat. Tapi, berbeda dengan video game malah mengalami peningkatan.
Kreator game Ultima merasa kesal dan menciptakan game Ultima IV yang jauh dari kekerasan. Player harus mengumpulkan nilai kebaikan di dunia dan menjadi simbol harapan.
Tapi, setelah itu di Ultima V segalanya jadi dibalik, dan kalian memainkan sisi seberangnya yang penuh kejahatan. Tidak bisa dipungkiri seri-seri setelahnya juga tidak kalah menarik sebagai game RPG.
Era The Elder Scrolls dan Fallout
Berbeda di tahun 80an yang penuh dengan perkembangan masif, tahun 90an awal adalah masa yang merosot bagi game RPG, terlebihnya di paruh awal 90an. Tidak banyak game yang mendapatkan perhatian lebih kecuali beberapa judul besar seperti Ultima, misalnya.
Tahun 90an adalah masa dimana berbagai genre game mulai mencuat ke permukaan. Menjadikan game RPG seperti tertinggal karena gamenya sendiri membutuhkan kompleksitas. Sedangkan genre lain seperti FPS misalnya, lebih diminati karena gameplay yang lebih simpel.
Karena itulah banyak studio yang malas berinovasi dan memilih melanjutkan apa yang memang sudah terbukti berhasil. Faktor pembuatan yang semakin mahal juga jadi pendorong kenapa game RPG sulit mendapatkan pasar baru. Hingga yang memainkannya hanya gamer hardcore, dan mereka pun sangat pemilih.
Tapi kalau kesuksesan di negeri seberang alias Jepang sudah tidak bisa diremehkan lagi. Semasa itu, judul seperti Chrono Trigger dan Final Fantasy 6 merajai game khusus konsol. Pasar barat kekurangan inovasi game baru yang bisa memuaskan para hardcore player.
Kebanyakan sudah mulai merasa bosan dengan yang itu-itu saja, seperti game D&D horror Ravenloft, yang tidak memorable bagi gamer dikala itu.
Namun, kalau membahas paruh akhir tahun 90an, ceritanya akan berbeda total. Game-game keren yang mungkin sering kalian kenal sekarang itu hadirnya di zaman ini. Seperti The Elder Scroll dari Bethesda Softworks yang berhasil menaikkan standar game RPG sedemikian rupa. Hanya saja berkat bug yang sangat banyak jugalah, game ini tidak mendapatkan momentum penjualan yang masif.
Padahal The Elder Scroll sendiri merupakan game yang cukup indah visualnya di masa tersebut. Ditambah dengan ukuran map yang luas membuatnya jadi salah satu game RPG yang cukup imersif.
Di luar itu, ada Fallout yang berhasil membuat skema game RPG berubah selamanya. Fallout dari Interplay Productions digadang sebagai RPG yang ditunggu-tunggu untuk membawakan angin segar ke ranah game RPG.
Fallout menambah kompleksitas yang sebelumnya tidak ada pada game sejenis. Terutama pada implementasi fitur Perk dan Trait yang bawakan kombinasi suka-suka. Kemudian sistem ini menjadi staple yang selalu hadir di tiap seri Fallout kedepannya.
Tidak ketinggalan pula ada judul besar lainnya dari Blizzard. Kalian tentu mengenal Diablo yang sampai sekarang sudah memunculkan 4 seri utama dan 1 mobile game. Diablo pada awalnya dicanangkan sebagai game yang mengusung unsur roguelike seperti Nethack dan Rogue tapi dalam balutan grafis tahun 90an.
Diablo yang awalnya dibuat berbentuk turn-based diubah ke real-time action. Dengan pendekatan seperti game Zelda yang memang tidak menggunakan turn-based seperti kebanyakan JRPG di zamannya.
Baldur’s Gate juga jadi salah satu judul yang membangkitkan semangat game RPG. Game ini kelak yang akan melahirkan game sekelas Dragon Age: Origins. Seperti game besutan Blizzard, Baldur’s Gate juga tawarkan gameplay fast-paced dan cerita yang kental.
Golden Era JRPG, Final Fantasy VII dan Suikoden
Pantang rasanya tidak membahas game RPG yang berasal dari Jepang di era keemasan 90an. Nama besar seperti Chrono Trigger, Xenogears, dan Final Fantasy menjadi judul yang tidak boleh dilewatkan gamer disaat itu.
Istilah JRPG merupakan sebuah makna yang diberikan untuk game RPG berasal dari Jepang, maka huruf J yang dimaksud berartikan ‘Japanese’ Role Playing Games. Dikarenakan kiblat game JRPG adalah Wizardry, maka istilah JRPG diawal terbentuknya identik dengan game turn-based yang dimainkan lewat menu. Walau tidak sedikit juga judul yang beranjak dari tipe turn-based, contohnya The Legend of Zelda.
Jepang menjadi pangsa yang masif untuk game RPG dan hampir semua developer berlomba-lomba untuk menciptakan game RPG menurut mereka. Dari semua judul diatas, Final Fantasy VII merupakan obrolan hangat untuk pengguna konsol, setelah selama ini genre RPG hanya banyak dikenal oleh PC gamer.
RPG menjadi sebuah genre yang dikenal secara mainstream lewat konsol PS1 besutan Sony. Ditambah dengan seri FF ini menjadi pertama kalinya Final Fantasy mendapatkan grafis full 3D polygon setelah beralih dari full pixel game dari seri pertama.
Tidak hanya FF7 yang berhasil menarik perhatian gamer, Suikoden yang dibuat oleh Konami ini juga menjadi salah satu judul klasik tak lekang oleh waktu. Mengambil cerita Water Margin, sebuah novel asal China dimana karakter utama di Suikoden bisa merekrut 107 karakter lainnya untuk ikut dalam party menjadi ciri khas game-nya.
Chrono Trigger dan Lahirnya ‘Dream Team’
Proyek Chrono Trigger ini adalah bagaimana cara Square menggabungkan Final Fantasy dan Dragon Quest dalam satu game. Oleh karena ini mereka membutuhkan tim yang terdiri dari orang-orang hebat di antara kedua franchise tersebut.
Hironobu Sakaguchi yang membuat seri Final Fantasy, Nobuo Uematsu sebagai komposer terkenal di seri FF, Hori Yuuji sebagai pembuat serial Dragon Quest, Akira Toriyama yang terkenal dengan artwork Dragon Quest dan manga Dragon Ball, serta personnel terakhir Kazuhiko Aoki yang punya banyak background di seri FF sebelumnya.
Secara gameplay, Chrono Trigger tidaklah berbeda seperti game JRPG pada umumnya. Yang jadi poin perbedaan paling adanya unsur ATB seperti game Final Fantasy, serta plot yang berhubungan erat dengan time travel. Hanya saja karena simpel inilah menjadikan game ini laku keras di Jepang sana.
Chrono Trigger bahkan jadi game best-seller di Jepang dalam kurun dua bulan pertama penjualan dan mencetak angka 2 juta copy terjual. Game ini masih dianggap sebagai salah satu game RPG terbaik yang bisa dimainkan dan masuk dalam jajaran ‘greatest game of all time.’
Era Tahun 2000-an dan Game RPG Modern
Tahun 2000an adalah masa dimana game RPG sudah jadi genre yang dikenal secara luas. Berkat inovasi dan usaha keras di tahun 90an, kini genre ini sudah bisa diterima baik oleh kalangan umum. Berbagai judul baru maupun sekuel dari franchise bermunculan.
Mulai dari lanjutan franchise The Elder Scroll yang kini open-world seperti Morrowind, Oblivion, dan Skyrim. Adapun pendatang baru dari BioWare dengan Star Wars: Knight of the Old Republic.
Blizzard masih berkutat dengan Diablo seriesnya, judul baru seperti Deus Ex juga muncul sebagai game RPG yang dikombinasikan dengan FPS. Hingga masa modern bermunculan juga judul yang bisa dikatakan sebagai game “masa kini” banget yaitu The Witcher, spesifiknya seri ketiga, Wild Hunt.
Seri seperti Fallout dan Baldur’s Gate tetap hadirkan sekuel demi sekuel di era ini. Dengan hadirnya konsol Xbox, PC semakin kehilangan arah dan banyak yang berargumen kalau platform ini akan mati suatu saat nanti.
Tahun 2007 adalah ketika Mass Effect rilis dan seperti Deus Ex, menabrakkan elemen shooting dengan RPG. Hasilnya, game ini sukses secara komersial terutama untuk tiga game pertamanya.
Namun kalau mau membahas game RPG modern, The Witcher dari CD Projekt Red adalah franchise yang tidak akan dilupakan oleh gamer. Sejak game pertama di tahun 2007 hingga seri ketiga di tahun 2015 selalu berhasil membuat fans baik yang fanatik terhadap genre RPG ataupun gamer secara umum terpukau.
Setiap tahunnya, game ini selalu mendapatkan berbagai penghargaan termasuk diantaranya pujian soal grafis yang ia bawa.
RPG Online dan Hadirnya Internet
Diablo memang bisa dimainkan secara online sebanyak 4 orang dalam satu party. Tapi, skala yang lebih besar di game MMORPG ini sebenarnya sudah mulai tumbuh ketika zaman internet mulai dikenal oleh khalayak ramai.
Judul besar seperti Tibia, Ultima Online, Nexus, RuneScape, dan EverQuest bisa dikatakan pelopor game RPG online yang kemudian akan banyak didominasi oleh generasi kedua seperti World of Warcraft dari Blizzard, Phantasy Star Online, hingga judul-judul asia pasifik seperti Ragnarok Online, Maple Story, dan LineAge II.
Pasar asia didominasi oleh Korea Selatan sebagai negara yang menciptakan banyak sekali game MMORPG. Game seperti Atlantica, RF Online, Perfect World, turut meramaikan skema game MMO terutama di warnet Indonesia.
Dari sisi premium game, ada Final Fantasy XIV buatan Square Enix yang masih tetap jadi game MMORPG terbaik menurut sebagian gamer. Walaupun pamor game MMO tidak lagi begitu tinggi akhir-akhir ini, setidaknya masih ada sumbu-sumbu api yang masih bertahan dan berusaha agar tidak padam selamanya.
Itulah sedikit kisah mengenai game RPG yang punya perjalanan cukup panjang selama 4 dekade lebih. Selanjutnya mau bahas sejarah game apa ya, brott.
Baca juga informasi menarik Gamebrott lainnya terkait Sejarah Game atau artikel lainnya dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.