10 Kontroversi Gaming Terbesar Sepanjang Tahun 2018

controversies 2018

Dibalik keseruan tahun 2018 dengan dirilisnya game-game luar biasa seperti God of War, Red Dead Redemption 2, Monster Hunter World, dll. Industri gaming tidak pernah terlepas dari kontroversi setiap tahunnya. Mau itu karena marketing yang buruk, perilisan yang kacau, atau janji yang tidak tertepati, setiap tahun tak pernah terlepas dari momen yang membuat gamer merasa emosi terhadap pihak tertentu. Berikut 10 kontroversi gaming terbesar di tahun 2018:


1. Komedi putar Fallout 76

Kontroversi terkonyol, paling memalukan dan terbesar yang 2018 miliki saat ini datang dari sebuah game multiplayer-only pertama Bethesda – Fallout 76. Mulai dari fase beta hingga sekarang, game spinoff ini seakan tak mau berhenti memalukan dirinya sendiri. Berikut sedikit highlight berita negatif yang dihasilkan oleh game ini mulai dari beta dirilis:

Untuk sekarang, inilah berita negatif yang tercatat sepanjang perilisan Fallout 76. Untuk game yang baru berumur satu bulan, tentunya ini menjadi perilisan game yang sangat memalukan. No Man’s Sky juga miliki perilisan yang sangat kontroversial tetapi setidaknya kritik panas yang didapatkan game tersebut terbatas pada fitur yang hilang. Hal tersebut juga sedikit bisa dimengerti melihat studio tersebut hanya berisikan kurang dari 15 orang, bukan studio raksasa dengan modal tinggi layaknya Bethesda.

Reputasi Bethesda sebagai salah satu developer favorit gamer khususnya untuk game single-player seakan seketika berubah menjadi lelucon hanya lewat satu game ini. Untuk game yang diklaim sebagai proyek terbesar mereka dan miliki teknologi terbaru, menjadi tanda tanya besar bagaimana Fallout 76 bisa menjadi seperti ini. Apakah masalah engine kuno mereka, apakah karena masih coba-coba dengan game multiplayer, atau apakah rilis game terlalu cepat? Tidak akan ada yang tahu. Tetapi terima kasih karena game ini, kontroversi selanjutnya dilupakan karena komunitas game terlalu sibuk bicarakan kekonyolan yang dihasilkan game online Fallout ini.


2. Diablo Immortal – Hanya untuk Smartphone

Diablo telah menjadi franchise legendaris di platform PC. Seri terakhir yang dikeluarkan Blizzard dari franchise ini ialah Diablo 3 yang dirilis 6 tahun yang lalu. Setelah game tersebut, mereka hanya merilis satu ekspansi dan port console dari game yang sama. Melihat absennya franchise ini sudah tergolong cukup lama, wajar apabila fans berharap Blizzard akan umumkan Diablo 4 pada Blizzcon tahun ini. Sayangnya yang mereka dapatkan hanyalah tamparan keras dan rasa kekecewaan yang mendalam.

Diablo Immortal diumumkan pada awal November tahun ini. Game ini bukanlah seri utama baru untuk PC atau bahkan console, tetapi sekedar spinoff untuk platform mobile. Melihat mayoritas fans hardcore dari game ini adalah pemain PC serta game mobile yang miliki reputasi buruk sebagai game cashgrab, wajar apabila para hadirin yang mendatangi event merasa kecewa dan soraki semua yang ada di atas panggung. Untuk memperparah keadaan, representatif yang ada di panggung keluarkan beberapa ungkapan yang memancing emosi, yang paling dikenang ialah “Don’t you guys have phone?” ketika menjawab kekecewaan fans apabila ini satu-satunya game Diablo yang akan diumumkan pada acara tersebut.

Tepat setelah game diumumkan, trailer Diablo Immortal dibanjiri oleh dislike serta halaman media sosial Activision Blizzard terus dipenuhi dengan kritik dan lelucon negatif terkait pengumuman game ini. Saham dari Activision Blizzard sendiri terjun bebas setelah diumumkannya game ini, membuat Diablo Immortal menjadi pengumuman game paling kontroversial pada tahun 2018.


3. Reveal Battlefield V diprotes fans

Tampaknya EA tak pernah mau absen untuk urusan kontroversi setiap tahunnya. Setelah berhasil membuat komunitas gaming emosi akan microtransaction Battlefront II serta mematikan Visceral Games atas dasar “gamer tidak peduli lagi game single-player.” Publisher raksasa ini kembali menghibur kita dengan keputusan buruk mereka. Korban kali ini ialah Battlefield V.

Battlefield V diumumkan pada bulan Mei silam. Game mengambil latar perang dunia II pada seri kali ini, gerakan yang masuk akal melihat game sebelumnya mengambil latar Perang dunia I. Sayangnya berbeda dengan pengumuman Battlefield 1 yang menerima resepsi sangat baik, Battlefield V justru mendapatkan sebaliknya. Semua ini dikarenakan representasi yang dianggap terlalu melenceng dari sejarah yang diangkat.

Pada trailer tersebut, diperlihatkan karakter wanita dengan tangan prostetik berada dalam posisi frontline perang. Tentunya ini tidak terjadi di sejarah. Perempuan memang terlibat dalam perang dunia, tetapi tidak pernah diposisikan dalam posisi ekstrim semacam itu. Kritik panas membanjiri trailer perdana ini, sayangnya EA maupun DICE seakan tidak peduli akan kritik dari fans tersebut dan justru keluarkan pernyataan yang malah perbesar kontroversi ini.

Patrick Soderland, mantan wakil presiden dari EA, merespon kritikan dari fans ini dengan mengatakan, “apabila tidak suka, tak usah dibeli,” ditambah dengan menyebut fans yang tidak setuju dengan direksi game ini sebagai “orang-orang yang tidak terdidik.” Beberapa bulan kemudian, EA dan DICE merasakan karma dari keputusan buruk mereka sendiri. Patrick mengundurkan diri beberapa bulan sebelum game rilis, game dikabarkan terjual jauh lebih sedikit dibandingkan Battlefield 1, dan saham EA ikut terjun bebas sepanjang tahun 2018 ini.


4. Penutupan mendadak Telltale Games

Setelah sukses besar dengan The Walking Dead, Telltale Games dapatkan banyak kerja sama dengan perusahaan lain untuk membangun proyek game adaptasi dari IP populer mulai dari The Wolf Among Us, Batman, Game of Thrones, dan bahkan Minecraft. Dengan seluruh kerja sama ini, Telltale terlihat baik-baik saja dan tidak mungkin akan terlibat masalah finansial dalam waktu dekat. Sayangnya takdir berkata lain.

Pada bulan September, Telltale secara mendadak PHK hampir seluruh karyawan mereka, menyisakan “skeleton team”  berisikan 25 orang yang tak lama kemudian juga dimatikan. Bersamaan dengan PHK ini, The Wolf Among Us season 2 dan Stranger Things secara resmi dibatalkan serta nasib The Walking Dead: The Final Season menjadi tanda tanya besar apakah dapat diselesaikan. Pada bulan November, Studio resmi memulai proses penutupan dan proyek The Walking Dead dialihkan kepada studio baru – Skybound Games.

Penutupan mendadak dari studio asal California ini dikabarkan karena managemen yang buruk sejak kesuksesan The Walking Dead Season 1. Studio kembangkan banyak proyek dalam waktu yang singkat dan formula game yang sama, membuat gamer perlahan-lahan bosan dengan game mereka dan berakhir dengan penjualan dibawah target pada tiap game yang mereka rilis. Studio juga terlalu mengandalkan investasi dari perusahaan lain untuk terus berdiri. Pada akhirnya karena nafsu dan ambisi tersebut yang membuat studio indie penuh potensi ini menghadapi konsekuensi fatal.


5. Red Dead Redemption 2 dan Waktu kerja ekstrim di Rockstar

Red Dead Redemption 2 menjadi salah satu game terbaik saat ini. Dibalik detilnya dunia game dan cerita yang menganggumkan ini tentu saja memerlukan banyak waktu untuk disempurnakan. Dan Houser, co-founder dan penulis cerita dari game ini ungkap pada salah satu wawancaranya apabila mereka sempat berkerja “100 jam per minggu” untuk selesaikan game ini. Houser mungkin saat itu berpikir apabila perkataan tersebut akan membuat gamer merasa terharu atau terpukau dengan dedikasi para developer yang terlibat. Tetapi yang dia dapatkan justru sebaliknya.

Setelah wawancara tersebut tersebar luas, gamer dan media mulai layangkan tanda tanya besar akan waktu kerja para karyawan di Rockstar ini. Houser luruskan penjelasannya beberapa hari setelah wawancara ini disebarkan, tetapi penjelasan tersebut tidak membantu sama sekali. Jurnalis Kotaku berhasil mendapatkan beberapa informasi dari para mantan karyawan Rockstar serta sumber insider yang masih berkerja disana. Meskipun tidak semuanya keluarkan pernyataan yang sama, beberapa diantaranya konfirmasi lingkungan dan waktu kerja berlebihan yang telah mendarah daging di studio tersebut.

Bagaimanapun realita pahit dari situasi ini, kontroversi Rockstar ini membangkitkan pertanyaan besar kepada para studio besar lainnya. Apakah masuk akal untuk berlakukan jam kerja yang berlebihan kepada para developer apabila itu untuk kualitas game itu sendiri?


6. Tuntut menuntut developer PUBG terhadap game “copycat”

PlayerUnknown’s Battlegrounds harus diakui memang menjadi game yang populerkan genre Battle-royale yang hingga saat ini masih populer, namun apakah game tersebut menjadi pelopor dari genre ini? Tidak sama sekali. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menghentikan PUBG Corp untuk melontarkan tuntutan hukum terhadap game-game yang dianggap sebagai copycat.

Netease – developer dari Rules of Survival menjadi korban pertama kasus tuntutan dari studio asal Korea Selatan tersebut. PUBG Corp menggugat Netease telah menjiplak seluruh aspek yang ada di PUBG termasuk senjata unik mereka yaitu panci serta catchphrase “Winner Winner Chicken Dinner.” Tepat beberapa minggu kemudian, PUBG Corp juga gugat game battle-royale dari Epic Games – Fortnite atas alasan yang sama. Tentunya ini sedikit ironis melihat PUBG sendiri menggunakan Unreal Engine 4 yang merupakan milik Epic Games serta beberapa asset mereka datang dari marketplace yang disediakan oleh studio tersebut.

Satu bulan kemudian, PUBG Corp cabut tuntutan tersebut terhadap Epic Games dan pada bulan Juli silam Netease dikabarkan telah berhasil membubarkan gugatan dari pihak PUBG tersebut.


7. Spiderman PS4 terkena “downgrade”

Dengan betapa kompleksnya pengembangan sebuah game, perubahan dari versi awal yang dipamerkan rawan akan terjadi. Tak jarang downgrade visual terjadi karena masalah optimisasi atau masalah teknis lainnya. Ketika Spiderman perlihatkan screenshot baru pada bulan Agustus silam, beberapa gamer menganggap apabila game telah menjadi korban “downgrade” visual karena genangan air yang lebih sedikit pada screenshot baru tersebut. Developer dengan cepat membantah gugatan tersebut dan menjelaskan visual game tetaplah sama dan genangan air yang diprotes tidaklah berarti apapun kualitas visual game. Sayangnya banyak gamer yang masih begitu yakin apabila game telah terkena downgrade dan beberapa memutuskan untuk boikot game karena alasan tersebut.

Beberapa hari selanjutnya, para gamer keras kepala ini harus merasa malu setelah video analisis dari Digital Foundry membuktikan apabila game tidak alami downgrade sama sekali pada visualnya. Justru game telihat lebih baik dan realistik dibandingkan versi pertama yang Imsoniac Games perlihatkan. Dalam waktu cepat kontroversi ini menjadi bahan tertawaan media dan gamer dan untuk mengenang kontroversi bodoh ini, Imsoniac telah tambahkan efek genangan air tambahan pada fitur photo mode yang dimiliki game.


8. Reviewer IGN tertangkap menjiplak tulisan orang lain

Sebuah karya tak pernah lepas dari inspirasinya tetapi ada batas antara inspirasi dan menjiplak karya orang lain. Menjiplak tentunya bukanlah tindakan yang baik khususnya ketika kamu merupakan bagian dari salah satu media terkemuka di internet.

Filip Miucin merupakan mantan editor dari IGN yang dipecat setelah tertangkap menjiplak review game indie Dead Cells dari sebuah channel Youtube kecil – Boomstick Gaming. Struktur paragraf dan kalimat yang ada pada kedua review sangatlah mirip membuat Filip tertangkap basah telah mengkopi kritik Youtuber tersebut. Dirinya dipecat tepat setelah berita penjiplakan ini tersebar luas, tetapi kontroversi tidak berakhir sampai disini.

Meskipun telah tertangkap basah, Miucin menolak untuk meminta maaf kepada Boomstick Gaming maupun jurnalis Kotaku yang membesarkan berita tersebut. Justru dirinya menantang Kotaku untuk mencari bukti apabila dirinya memang penulis penjiplak. Tak lama kemudian, Miucin kembali tertangkap basah telah menjiplak tak hanya satu maupun dua artikel, tetapi seluruh artikel yang dia buat ialah hasil jiplakan dari sumber-sumber luar mulai dari media lain hingga komentar dari sebuah forum.

Sisi baiknya ialah Dead Cells dapatkan promosi gratis dari kontroversi ini dan Boomstick Gaming dapatkan sedikit rekognisi dari komunitas gaming di Youtube, menambah subscriber-nya secara signifikan setelah peristiwa ini terjadi.


9. Pemerintah Amerika Serikat vs kekerasan pada video game

Video game telah menjadi kambing hitam permasalahan kriminal di kehidupan sosial sejak efek darah dipopulerkan oleh game seperti Doom atau Mortal Kombat. Setelah hadirnya organisasi ESRB, topik ini telah meredah dan developer dapat bebas berkarya akan gamenya kembali. Tetapi pada tahun 2018, kekerasan pada video game ini kembali menjadi topik panas di Amerika Serikat.

Pada awal tahun 2018, kasus penembakan sekolah dan kriminal bersenjata meningkat drastis dan hampir setiap hari terjadi. Seakan menjadi jalan pintas, pemerintah AS menyalahkan video game atas semua kejadian tersebut. Presiden Trump bahkan keluarkan opini negatifnya akan video game dan mengklaim “video game merusak generasi muda” yang tentunya memancing emosi para developer dan juga gamer. Beberapa minggu kemudian, rapat yang melibatkan para eksekutif dari berbagai perusahaan video game dilenggarakan. Video kompilasi (video diatas) yang memperlihatkan kekerasan pada video game dirilis usai rapat ini, dan sesuai ekspektasi video tersebut menuai respon negatif. Tak hanya seluruh klip yang ada di video pada dasarnya diambil tanpa izin channel Youtube klip tersebut diambil, tetapi juga video diedit dengan begitu manipulatif agar video game terlihat seperti media yang benar-benar negatif untuk para penikmatnya.


10. Lootbox dianggap sebagai judi di beberapa negara

Lootbox telah menjadi kontroversial semenjak tahun 2017 lalu tetapi hingga saat ini keberadaannya masih diprotes tak hanya oleh gamer tetapi juga oleh beberapa pemerintah di beberapa negara. Meskipun konten didalamnya tidak miliki nilai apapun di dunia nyata, kesan “menang banyak” lewat sistem acak dan dapat menyebabkan ketagihan yang terus keluarkan uang membuat “fitur” ini dikategorikan sebagai media berjudi baru di mata beberapa negara khususnya Eropa.

Pada tahun ini, Belgia dan Belanda telah memblokir keberadaan lootbox dan semua video game yang miliki sistem monetisasi ini diminta untuk melepas atau melarang gamer di negara tersebut mendapatkan akses. Beberapa negara lain termasuk Amerika Serikat juga telah mengambil inisiatif untuk menginvestigasi lebih dalam terhadap loot box, membuat para developer baru-baru ini tampaknya telah meninggalkan tipe microtransaction tersebut dan beralih ke sistem beli langsung atau battle pass ala compendium DOTA 2 dan Fortnite.


Honorable Mentions:

Exit mobile version